Blogger Widgets Mari Berbagi Kisah Sukses Inspirasi Motivasi

Jumat, 02 September 2016

Kisah Ayam Atau Bebek??


Kisah Ayam atau Bebek adalah salah satu kisah yang sangat populer di Indonesia dan sudah tersebar secara luas melalui online. Kisah ini awalnya sangat terkenal di Thailand yang dibawakan oleh salah satu Guru Spiritual terhebat pada zamannya, Ajahn Chah Bodhiyana.

Di indonesia sendiri kisah ini terkenal melalui sebuah buku, Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya yang merupakan salah satu buku best seller di Indonesia. Penulis buku tersebut adalah Guru Kebahagiaan, Ajahn Brahm yang sangat tersohor di dunia. Ajahn Brahm sendiri adalah salah satu murid langsung Ajahn Chah.

Aku tidak pernah melupakan kisah ini setelah membaca pertama kali sekitar 4 tahun yang lalu, kisah ini menjadi pedomanku dalam berhubungan. Benar saja dengan mengutamakan keharmonisan sesuai dengan kisah tersebut, dibandingkan ego untuk hal-hal yang sebenarnya tidak penting, membuatku menjadi pasangan yang bahagia satu sama lainnya.


Kisah legendaris ini juga telah banyak kuceritakan pada teman dan sahabatku yang telah berkeluarga, dan hampir seluruhnya kemudian memiliki rumah tangga yang jadi lebih baik, bahkan jauh lebih harmonis dari sebelumnya.


Sejak saat itu, kisah ini selalu ada di setiap blog yang kubuat, tidak terkecuali blog ini. Bagi anda yang belum pernah membaca kisahnya, kusertakan cerita lengkapnya sesuai kutipan dari buku Ajahn Brahm.

Berikut ini adalah cerita kegemaran guru Ajahn Chah dari Thailand timur laut.

Sepasang pengantin baru tengah berjalan bergandengan tangan di sebuah hutan pada suatu malam musim panas yang indah, seusai makan malam. Mereka sedang menikmati kebersamaan yang menakjubkan tatkala mereka mendengar suara dari kejauhan,
"Kuek! Kuek!"

"Dengar," kata  sang istri, "Itu pasti suara ayam."

"Bukan, bukan. Itu suara bebek," kata si suami.

"Nggak, aku yakin itu ayam," si istri bersikeras.

"Mustahil. Suara ayam itu 'kukuruyuuuuk!', bebek itu 'kuek! kuek!' Itu bebek, Sayang," kata si suami dengan disertai gejala-gejala awal yang menjengkelkan.

"Kuek! Kuek!" terdengar lagi.

"Nah, tuh! Itu suara bebek," kata si suami.

"Bukan, Sayang... Itu ayam! Aku yakin betul!" tandas si istri, sembari menghentakkan kaki.

"Tetapi itu ayam!" masih saja si istri bersikeras.

"Itu jelas-jelas bue... bek! kamu ini... kamu ini...!"

Terdengar lagi suara, "Kuek! Kuek!" sebelum si suami mengatakan sesuatu yang sebaiknya tak dikatakannya.

Si istri sudah hampir menangis, "Tetapi itu ayam..."


Si suami melihat air mata yang mengambang di pelupuk mata istrinya, dan akhirnya, teringat kenapa dia menikahinya. Wajahnya melembut dan katanya dengan mesra "Maafkan aku, Sayang. Kurasa kamu benar. Itu memang suara ayam kok."

"Terima kasih, Sayang," kata si istri sambil menggenggam tangan suaminya.

"Kuek! Kuek!" terdengar lagi di hutan, mengiringi mereka berjalan bersama dalam cinta.

Maksud dari cerita ini bahwa si suami akhirnya sadar adalah: siapa sih yang peduli itu ayam atau bebek? Yang lebih penting adalah keharmonisan mereka, yang membuat mereka dapat menikmati kebersamaan pada malam yang indah itu. Berapa banyak pernikahan yang hancur gara-gara persoalan sepele? Berapa banyak pernikahan yang terjadi karena hal-hal 'ayam atau bebek"?

Ketika kita memahami cerita tersebut, kita akan ingat apa yang menjadi prioritas kita. Pernikahan jauh lebih penting ketimbang mencari siapa yang benar tentang apakah itu ayam atau bebek. Lagi pula, betapa sering kita merasa yakin. amat sangat mantap, mutlak, bahwa kita benar, namun belakangan ternyata kita salah?

Lho, siapa tahu? Mungkin saja itu adalah ayam yang direkaya genetik sehingga bersuara seperti bebek?


(Demi menjunjung kesejahteraan antar jenis dan menjaga kedamaian hidup sebagai biksu, setiap kali saya menceritakan kisah ini, saya selalu mengubah siapa yang bilang ayam dan siapa yang bilang bebek.)

Sumber: http://shujinkouron.blogspot.co.id/2014/10/ayah-atau-bebek-sebuah-kisah-tentang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar